Monday, March 29, 2010

Transkrip Tanya Jawab Syaikh Albani : Lemah Lembut (2)

Transkrip Tanya Jawab Syaikh Albani : Lemah Lembut (2)
Penulis Syaikh Albani ⋅ November 24, 2009 ⋅

PERMINTAAN KEPADA SYAIKH AGAR MENASIHATI MEREKA UNTUK MENETAPI SIKAP LEMAH LEMBUT DALAM DAKWAH ILALLAH

Penanya: Wahai Syaikh, banyak di antara kalangan Salafiyun yang menggunakan sikap keras dan tidak menggunakan sikap lembut. Mereka menggunakan sikap keras tidak pada tempatnya. Dan mereka tidak menggunakan sikap lembut pada tempatnya. Jumlah mereka tidaklah sedikit. Kami katakan semua kelompok melakukan seperti ini, akan tetapi mereka tidaklah sedikit. Dalam pertanyaanku ini aku tidak ingin menyamakan Salafiyun dengan kelompok-kelompok lain. Tidak penting bagiku urusan kelompok yang lain. Yang penting bagiku adalah urusannya Salafiyun.

Banyak dari kalangan Salafiyun – dan mereka tidak sedikit – yang menghalangi manusia dari manhaj salaf disebabkan karena cara dakwah mereka kepada manusia. Dan mereka tidaklah sedikit. Maksudku dari pertanyaan yang direkam oleh saudara Muhammad adalah agar Anda memberikan nasihat kepada mereka yang diuji dengan sikap keras dan dada yang sempit. Inilah maksud dari pertanyaan itu.

Syaikh: Semoga Allah memberkahimu, pengarahan nasihat tidak diperlukan dari orang seperti saya. Salafiyun dan yang lain mengetahui ayat yang telah kami sebutkan tadi,

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah menuju jalan Rabbmu dengan cara hikmah, nasihat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (an-Nahl: 16)

Dan mereka lebih banyak membaca dari yang lain, hadits Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – ketika datang seorang Yahudi dengan mengucapkan salam kepada Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – dengan membelokkan lisannya mengatakan, “Assaamu ‘alaikum” (kematian atasmu). Maka Aisyah mendengar ucapan salam yang dibelokkan ini sehingga dia pun mengibaskan hijab sampai-sampai hampir terbelah menjadi dua – sebagaimana disebutkan dalam hadits – karena marah, maka dia pun menjawab, “Wa’alaikumussaam wal la’nah wal ghodhob ikhwatal qirodah wal khonaziir.” (Dan atas kalian kematian, laknat dan kemurkaan wahai saudara-saudara kera dan babi). Adapun Rasul – shollallohu ‘alaihi wa sallam – tidak lebih dari mengucapakan, “Dan atasmu juga.” Tatkala orang yahudi itu telah pergi dari sisi Rasul – shollallohu ‘alaihi wa sallam – beliau mengingkari Aisyah dan berkata kepadanya, “Wahai Aisyah, tidaklah sikap lembut ada pada suatu perkara kecuali akan menghiasinya. Dan tidaklah sikap kasar ada pada suatu perkara kecuali akan menjelekkannya.” Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah Anda mendengar ucapannya?” Beliau bersabda, “Tidakkah engkau mendengar jawabanku?”

Jika demikian, Aisyah yang dididik sejak kecilnya di rumah kenabian dan risalah saja masih menggunakan sikap keras pada tempat kelembutan, lalu apa yang akan kita katakan pada selainnya, yaitu dari kalangan Salafiyun – sebagaimana engkau katakan – sedangkan mereka tidak dididik di dalam rumah kenabian dan risalah.

Bahkan sekarang aku katakan suatu kalimat yang mungkin pernah masuk pendengaranmu suatu hari dari sebagian kaset rekaman dari lisanku ini, bahwa rusaknya dunia islam pada hari ini sebagai reaksi dari kebangkitan islam, bahwa kebangkitan ini tidak disertai dengan tarbiyah islamiyah. Tidak ada tarbiyah islamiyah pada hari ini.

Oleh karena itu aku meyakini pengaruh dari kebangkitan ilmiyah ini akan melewati masa yang panjang sampai nampak pengaruh tarbiyah dari kebangkitan ini terhadap generasi yang tumbuh saat ini pada batasan kebangkitan islam. Ini adalah perilaku dari individu-individu.

Akan tetapi individu-individu ini hidup di bawah naungan rahmat Allah – ‘azza wa jalla –. Di antara mereka ada yang dekat dan di antara mereka ada yang jauh. Oleh karenanya, dari sisi ilmu dan pemikiran, kita tidak akan mendapati orang yang membantah dan menyelisihimu dalam prinsip bahwa hukum asal dalam dakwah adalah dengan sikap lembut dan nasihat yang baik.

Namun yang penting adalah penerapannya. Dan penerapan ini membutuhkan seorang pembimbing, membutuhkan pendidik yang mendidik puluhan penuntut ilmu. Sedangkan para penuntut ilmu ini akan keluar dari tangan pendidik ini sebagai pendidik bagi yang lain. Dan begitu seterusnya sampai tersebarnya tarbiyah islamiyah ini sedikit demi sedikit dengan dilakukannya tarbiyah oleh para pembimbing terhadap para murid yang ada di sekitarnya. Tidak diragukan lagi, perkaranya sebagaimana yang Allah firmankan,

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilat: 35)

Kita memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar Dia menjadikan kita sebagai umat pertengahan yang tidak berlebih-lebihan dan tidak pula meremehkan.

Penanya: Semoga Allah membalas kebaikan kepada Anda wahai Syaikh.

Salah seorang hadirin: Wahai Syaikh, terkadang, ketika seorang sunni menjumpai orang yang menyelisihinya dari kalangan ahlul bid’ah, mereka menentang dan sombong. Yakni sebagaimana Allah telah perintahkan kepada Musa untuk bersikap lembut terhadap Fir’aun, namun bersamaan dengan itu Musa berkata :

Aku benar-benar menduga engkau akan binasa (Al Isra 102)

Maksudnya wahai Syaikh, kami di perkuliahan demi Allah ada para Doktor yang mengolok-olok kami ketika kami katakan kepada mereka “Rasul bersabda…” Yakni jika seseorang keluar dari jalurnya dan menggunakan sikap keras terhadap mereka, maka sikap keras di sini tidak bisa dikatakan keras. Saya tertarik dengan permisalan yang saya dengar dari Anda wahai Syaikh kami, “Tembok berkata kepada paku kenapa kamu melubangiku, paku mengatakan tanyalah orang yang memukulku.”

Syaikh: Benar.

Salah seorang hadirin: Demikian juga wahai Syaikh kami, suatu kali kami pernah berdiskusi dengan sebagian anggota Hizbut Tahrir. Dan tidak samar bagi Anda bahwa tujuan mereka adalah permasalahan khilafah. Sedangkan kami, tujuan kami yang pertama adalah aqidah dan tauhid. Maka tatkala kami memulai (diskusi) dengan mereka dari landasan dasar dalam pembahasan ilmiyah – sebagaiamana yang kami pelajari dari Anda – kami mulai dengan permasalahan Asma wa Shifat (Nama-nama dan Sifat-sifat Allah), salah seorang pembesar mereka berkata, “Apakah sepanjang malam kita terus terikat dengan jari dan kaki-Nya?!!”

Syaikh: Allahu Akbar.

Salah seorang hadirin: Apa yang kita katakan terhadapnya?

Syaikh: Allahu Akbar.

Salah seorang hadirin: Yakni, dia mengolok-olok sifat Allah ‘azza wa jalla. Apa yang kita katakan terhadapnya?

Syaikh: Bagaimanapun juga, kita memohon kepada Allah agar Dia memberikan hikmah kepada kita, yaitu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.

Salah seorang hadirin: Ya Syaikh, di dalam Ahkamul Janaiz disebutkan perkataan Ibnu Mas’ud tatkala ada seseorang yang mengatakan, “Mintakanlah ampun untuk saudaramu.” Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, “Semoga Allah tidak mengampuninya.”

Syaikh: Bersama dengan ini contoh yang sangat banyak. Saudara Abdullah mengingatkan kita dengan suatu atsar (riwayat dari salaf -pent) bahwa ada seorang sahabat, barangkali dia adalah Abdullah bin Mas’ud atau Abdullah bin Umar.

Salah seorang hadirin: Umar sendiri.

Syaikh: Umar sendiri?

Salah seorang hadirin: Umar sendiri. Ketika ada seseorang yang berkata, “Mintakanlah ampunan untuk saudaramu.” Umar berkata, “Semoga Allah tidak mengampuninya.”

Syaikh: Bagaimana pendapatmu tentang ini?

Tidak diragukan engkau adalah yang pertama kali, jika engkau melihatku mengucapkan kalimat ini, engkau akan mengatakan Syaikh bersikap keras. Akan tetapi di sini, pada diri orang yang mengingkari ini ada kecemburuan terhadap syariat yang membuatnya bersikap keras dalam ucapan. Sedangkan orang lain yang bersikap longgar, dia tidak berada pada kecemburuan yang ada pada orang tadi sehingga memunculkan perkataan tersebut. Di sini, mereka berkata di antara kita di Suria, “Pelan-pelan wahai Rasulullah ini sikap keras.” Ini adalah logat Suria yang salah. Akan tetapi maksud mereka menyeru Rasul yakni seolah-olah sikap keras ini muncul dari Rasul, padahal yang mereka maksud adalah orang ini.

Subhanallah, permasalahan ini hendaknya diperhatikan dari segala sisinya sehingga seseorang bisa menghukumi dengan adil. Kemudian juga, yang nampak bagiku saat ini, di antara sebab tersebarnya tuduhan ini, jika benar bahwa ini adalah tuduhan kepada Salafiyun, engkau tahu bahwa orang yang banyak ucapannya tentu banyak kesalahannya. Dan orang-orang yang berbicara dalam permasalahan syar’i adalah Salafiyun.

Oleh sebab itu, pasti mereka akan melakukan kesalahan karena banyaknya ucapan mereka sehingga nampaklah kesalahan mereka. Dan di antara kesalahan ini adalah sikap keras menurut orang-orang lain yang mereka tidak membicarakan permasalahan ini. Padahal jika sikap keras ini dilihat dalam keumuman sikap yang muncul dari mereka, yang berupa ketulusan untuk bersikap adil, berimbang dan bersikap lembut, tentu akan kita dapati sikap keras dari semisal contoh yang telah kita sebutkan dari sebagian salaf dan di hadapan Rasul – ‘alaihissalam -. Akan tetapi kita tidak boleh menisbatkan kepada mereka para sahabat yang terjatuh ke dalam sikap keras pada sebagian perkara tertentu, bahwa mereka adalah orang-orang yang keras. Hanya saja – sebagaimana kita katakan – aku, engkau dan selainmu kadang terjatuh ke dalam salah satu bentuk sikap keras.

Penanya kedua: Yang dijadikan patokan adalah sifat yang menonjol.

Syaikh: Iya?

Penanya kedua: Yang dijadikan patokan adalah sifat yang menonjol. Sifat yang menonjol pada diri Nabi – shollallohu ‘alaih wa sallam – adalah lemah lembut, meskipun beliau bersabda, “Fulan telah dusta,” atau “apakah engkau menjadikanku sebagai tandingan bagi Allah,” atau yang semisalnya.

Sumber : Silsilah Huda wan Nuur No.Kaset 595 , transkrip didapat dari http://www.kulalsalafiyeen.com

Bersambung….

No comments: